Rabu, 22 Juni 2011

Kasus Pembuhuhan Misterius di Labuan Batu

Kasus Pembuhuhan Misterius di Labuan Batu


GI-News — Seperti sebuah seri sinetron, satu keluarga yang terdiri dari 4 (empat) orang ditemukan tewas dalam posisi yang terpisah, di Labuhan Batu, Sumatra Utara.
Satu keluarga berjumlah empat orang ini ditemukan tewas di Labuhan Batu, Sumatera Utara (Sumut). Peristiwa pembunuhan dengan banyak korban dalam waktu yang bersamaan merupakan kasus yang sangat di luar kebiasaan. Pembuhuhan dengan korban yang lebih dari satu hanya bisa dilakukan oleh pelaku yang lebih dari satu, kecuali pembuhuhan dilakukan dengan racun atau semacamnya. Namun peristiwa semacam ini bisa saja kasus bunuh diri.
Antisipasi yang Lambat dan Terlambat
Seperti yang sudah diduga, kasus ini terkesan lambat ditangani. Komisaris Polisi (Kompol) Tetra Darmariawan menyatakan pihaknya masih melakukan penyelidikan terkait kasus ini. Sejauh ini mereka masih belum menetapkan tersangka. Namun secara sekilas tidak terlihat adanya tanda-tanda penganiayaan pada tubuh korban. Belum bisa dipastikan penyebab kematian korban. Padahal kasus ini sudah lebih dari 24 jam kejadiannya. Dari data sidak forensik seharusnya sudah segera dapat dipastikan apakah ini korban pembunuhan atau bunuh diri. Orang awampun mengetahui bahwa dari olah sidik jari dan DNA yang ditemukan di TKP, kurang dari 24 jam analisa kasus sedianya sudah bisa diperoleh.
Di Singapore, misalnya, security system yang bagus memungkinkan polisi mampu menemukan barang hilang, sebelum korban melapor kehilangan.
Runtutan Peristiwa
Kasus tewasnya satu keluarga ini diketahui pada Rabu pagi sekitar pukul 10.00 WIB, ketika salah seorang kerabat korban datang ke rumah tersebut. Setelah memanggil beberapa kali dan tidak ada sahutan, hal itu menimbulkan kecurigaan. Para tetangga yang datang kemudian mendobrak pintu dan menemukan para korban sudah tewas.
Kasus pembunuhan itu terjadi di Desa Pulo Padang, Kecamatan Rantau Selatan, Kabupaten Labuhan Batu, sekitar 290 kilometer dari Medan, ibukota Sumut. Para korban yang ditemukan tewas masing-masing Supriadi (45) dan istrinya Wagiyem (40), kemudian kedua anaknya M Ridwan (16) dan Arif Pradana (9) siswa kelas II SD.
“Jenazah semua korban saat ini dibawa ke rumah sakit di Pematang Siantar, nanti setelah hasil forensik dan olah perkara di tempat kejadian perkara, baru kita bisa mengarah pada tersangka,” kata Tetra Darmariawan kepada wartawan Rabu (22/6/2011) malam.
Para korban yang tewas tersebut ditemukan terpisah di beberapa bagian rumah. Supriadi dan Arif Pradana ditemukan di dalam sumur, sedangkan dua korban lagi Wagiyem dan M Ridwan ditemukan di dapur. Keluarga korban ini sebenarnya memiliki lagi seorang anak, Juni Ananda Azhari (18). Pelajar SMK Negeri 1 Rantau Utara kelas II jurusan Tekhnik Komputer Jaringan ini juga tinggal di rumah tersebut, namun hingga kini masih belum ditemukan. Polisi masih mencari yang bersangkutan.
Dampak dari Lemahnya Sistem Komunikasi Sosial
Banyak kasus semacam ini terjadi sebagai akibat sistem hubungan antar keluarga, maupun hubungan kekerabatan dalam masyarakat bersangkutan yang rapuh. Hal tersebut diperkeruh oleh security-system di daerah yang kurang sistematis. Babinsa yang biasanya bekerja sendiri (tanpa anak buah), harus beroperasi siang malam melayani ratusan keluarga. Dengan kondisi ini, sangat tidak mungkin mereka mampu mengantisipasi keadaan, belum lagi bila oknum tersebut lebih memilih pada “masyarakat yang basah” katimbang wilayah yang “kering”.
Hubungan sosial yang bersifat sistemik sebenarnya bisa diciptakan, dengan menggunakan beberapa teknologi komunikasi sederhana. Sumber: RadarNews

Tidak ada komentar:

Posting Komentar